Selamat Datang

Terima kasih telah mengunjungi blog ini, semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua. Semua isi blog ini bisa dicopy dan disebarluaskan tanpa harus meminta izin dari blog ini.

Monday 7 February 2011

Mereka yang mendapatkan dan tidak mendapatkan pancaran cahaya Ilahi

Mereka yang mendapatkan pancaran cahaya Ilahi

36. Bertasbih*) kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,

37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.

38. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.


Mereka yang tidak mendapatkan pancaran cahaya Ilahi

39. Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya**).

40. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.

*) yang bertasbih ialah laki-laki yang tersebut pada ayat berikutnya

**) Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapat balasan dari Tuhan di akhirar walaupun di dunia mereka mengira akan mendapat balasan atas amalan mereka itu.

Q.S. An Nuur:36-40

Monday 31 January 2011

Cara Mendidik Anak

Pada suatu hari Rasulullah berkumpul bersama para sahabat dan bersabda, “pada suatu hari nanti akan datang ditengah-tengah kamu, wahai umat islam, di mana orang-orang disekeliling kamu bersatu mengerubungi kamu seperti bersatunya orang-orang mengerubungi makanan di atas meja makan.”

Sebagian sahabat pun terkejut dan bertanya, “apakah jumlah kami waktu itu sedikit, ya Rasul?”

Rasul menjawab, “tentu saja tidak, kamu tidak sedikit pada saat itu, bahkan jumlahmu banyak, tetapi keadaanmu saat itu seperti buih di lautan dan akan dicabut kehabatanmu dimata musuh-musuhmu. Pada saat itu dihatimu dicampakkan penyakit wahan.”
Para sahabat bertanya, “ apakah penyakit wahan itu, ya Rasul?”

“terlalu cinta dunia dan terlalu takut dengan mati,” jawab Rasul.

Begitulah peringatan yang diberikan Rasulllah kepada para sahabat yang tentunya menjadi peringatan bagi semua umat islam untuk terus bersatu teguh menegakkan Islam.
Umat islam yang saat itu mayoritas mudah diterpengaruh oleh budaya asing yang bertentangan dengan Islam itu sendiri. Pada saat itu umat islam tidak lagi memperhatikan adab-adab islam itu sendiri. Mereka terjangkit penyakit wahan, terlalu cinta dunia dan terlalu takut mati. Mereka sibuk dengan urusan dunia dan tidak pernah memikirkan kesiapan mereka untuk akhirat kelak. Hal ini merupakan cerminan dari Hadist yang tertulis bahwa rasulullah pernah berkata, “akan datang sutau masa pada umatku, di mana islam ada tetapi hanya sekedar namanya saja. Al-Qur’an itu ada tetapi hanya tinggal tulisannya saja.”

Menghadipi itu semua kita perlu mempersiapkan anak-anak kita nanti agar mereka tidak terjerumus dalam keadaan yang demikian itu, agar penerus perjuangan kita tidak terjangkit penyakit wahan. Jika kita memperhatikan dari hadist di atas, tentulah dapat dibayangkan bagaimana beratnya perjuangan mereka dalam menghadapi kehidupan kelak.

Mendidik anak merupakan tugas penting bagi orang tua. Anak merupakan amanah dan menyianyiakan amanah itu dosa, bahkan oarang tua bisa masuk nereka karena tidak bertanggung jawab terhadap anaknya. Merunut sebuah riwayat, seseorang yang shalatnya tepat waktu, zakat tidak pernah lupa, haji sudah berkali-kali, ikut pengajian sering dan setelah ditimbang-timbang amalannya lebih banyak dari dosanya dan akhirnya diputuskan untuk masuk surga. Seorang lagi datang. Orang ini tidak pernah shalat, tiap malam mabuk, berzina. Setelah ditimbang-timbang, ia diputuskan masuk neraka. Namun, orang ini protes. Dia tidak shalat, selalu mabuk dan berzina dan melakukan kejahatan lainnya karena ia tidak pernah diberitahu orang tuanya, orang tuanya tidak pernah mengajarkan kebaikan kepadanya. Setalah ditanya, ternyata orang tuanya merupakan orang shaleh yang tersebut sebelumnya. Akhirnya orang shaleh tadi dipanggil dan dimasukkan ke nereaka bersama anaknya tadi. Dari cerita tersebut terlihat bahwa begitu pentingnya mendidik anak. Oleh karena itu, penting bagi kita mengetahui bagaiman cara yang paling ideal menurut Islam dalam mendidik anak. Al-qur’an memberikan penjelasan tentang mendidik anak yang paling ideal menurut islam melalui surah lukman.

Pertama, Masalah Ketauhidan
Hal pertama yang ditanamkan Lukman pada anaknya ialah masalah ketauhidan. Hal ini dapat kita lihat dalam Q.S. Lukman ayat 13, “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar". Ketauhidan, jangan menyekutukan Allah, ditanamkan oleh Lukman dikarenakan ketauhidan merupakan dasar jiwa seorang.
Masalah ketauhidan juga menjadi perhatian utama Nabi Ibrahim terhadap anaknya yang bisa kita lihat di Q.S. Al-baqarah:133. “Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Maata’bunamimba’di, Apa yang kau sembah sepeninggalanku?." Berbeda dengan orang tua sekarang yang memikirkan mau makan apa anak mereka kalau mereka meninggal. Orang tua sekarang kebanyakan memikirkan masa depan anaknya dilihat dari segi keuangan mereka kelak sehingga mereka berusah menyekolahkan anaknya di sekolah bonafit yang hanya mementingkan pendidikan dunia semata dan cenderung menyingkirkan akhirat. Tidak salah mendidik mereka agar punya ilmu pengatahuan yang tinggi tetapi hal paling utama ditanamkan seharusnya masalah akidah, mengajarkan mereka bahwa tuhan itu ada dan hanya satu dan jangan menyekutukan Allah.
Pelajaran tauhid ini akan menjadikan anak kita tidak hanya pintar tetapi juga benar akhlaknya, mereka akan senantiasa merasakan kehadirat Allah ta’ala sehingga mereka enggan untuk melakukan kejahatan dan mampu menahan hawa nafsu mereka.

Kedua, Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Hal kedua yang harus kita tananmkan ialah berbakti kepada kedua ibu bapak, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun (lihat Q.S. Lukman: 14). Kedua orang tua merupakan teladan yang paling melekat pada diri seorang anak karena orang tualah yang menemani seorang anak sejak menghirup udara pertama kali sampai ia bisa mengenal dunia luar. Oleh karena itu, sangat pentinglah kiranya menanamkan jiwa ketaatan kepada ibu bapak. Teladan merupakan cara terbaik dalam mendidik.

Ketiga, Pendidikan Moral
(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Lukman: 16)

Tanamkan bahwa setiap perbutan pasti sekecil apapun pasti akan diperhitungkan baik perbuatan baik ataupun perbutan jahat. Allah ta’alaa mengetahui semua perbuatan kita. Berbuat baik tidak perlu harus dilihat orang karena Allah pasti melihat. Tidak berbuat maksiat walaupun tidak dilihat orang karena Allah ta’alaa pasti melihat. Tanamkan bahwa setiap perbuatan kita di dunia diawasi Allah ta’alaa. Setiap perbuatan akan dicatat malaikat raqib (mencatat amal baik) dan atid (mencatat kebjahatn). Hal ini tidak lain ditujukan agar seorang anak mampu tetap berpegang teguh pada Islam ditengah serbuan para kaum kafir yang tengah gencar menyerang melalui penetrasi budaya kaifir dalam kehidupan seorang muslim.

Keempat, tatanan kehidupan

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(Q.S. Lukman: 17).

Setelah menanamkan jiwa tauhid, berbuat baik kepada ibu bapak, dan pendidikan moral barulah kita tananamkan tatanan kehidupan di dunia yaitu shalat dan mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Buatlah suasana keagamaan dalam lingkungan anak, kontrol shalatnya, ngajinya, serta ajarkan anak untuk selalu mengerjakan yang baik dan mencegah yang mungkar.

Demikianlah hal-hal yang harus kita tanamkan kepada seorang anak agar ia mampu perpegang teguh pada keimanannya terhadap Allah ta’alaa.

Friday 21 January 2011

Sunnahkah Sutro dalam Sholat?

Buletin Al-furqon volume 11 no.3


SHOLAT merupakan amalan yang sangat agung lagi mulia sebagaimana telah kita maklumi. Alloh dan Rosul-Nya menyanjung orang-orang yang melakukannya dengan khusyu’. Selain itu, sholat merupakan amalan yang pertama kali di-hisab (diperhitungkan) pada hari kiamat nanti. Jika sholat seseorang baik dan sempurna maka semua amalnya akan dianggap baik. Akan tetapi, jika sholatnya tidak baik dan tidak mengikuti petunjuk Nabi maka amalan lainnya juga dianggap tidak baik.

Oleh karena itu, semua orang sangat mendambakan sholatnya bisa sempurna dan diterima oleh Alloh. Adapun syarat diterimanya amalan adalah (termasuk sholat) adalah jika dilakukan dengan ikhlas dan mengikuti petunjuk Rosululloh.

Di antara petunjuk Rosululloh dalam sholat adalah menggunakan sutroh. Pada edisi kali ini - dengan tetap meminta pertolongan Alloh – kita akan membahas tentang sutroh dan yang berkaitan dengannya. Tema ini sengaja kami angkat karena banyak kaum muslimin yang tidak paham akan petunjuk Rosul ini sehingga mereka dengan mudah meninggalkannya. Lantas, apa yang dimaksud dengan sutroh, bagaimana kriterianya, bagaimana hukumnya, apa manfaatnya, serta masih banyak lagi yang berkaitan dengannya insya Alloh akan anda temui jawabannya dalam lembaran buletin ini. Semoga

bermanfaat.


Definisi Sutroh

Sutroh ( اَلسّتْرَةُ ) adalah sesuatu yang dijadikan oleh seorang yang sholat di depannya untuk mencegah lewatnya orang yang ada di depannya. Sutroh bisa berupa tembok atau dinding masjid, tiang, tongkat, meja, atau sejenisnya.

Ukuran Sutroh

Ukuran tingginya sutroh adalah semisal kayu yang diletakkan di belakang kendaraan (sebagai sandaran) dan ini biasanya sekitar sehasta. Kemudian sutroh ini diletakkan di depan orang yang sholat sekitar tiga hasta atau kira-kira cukup untuk sujud, tidak terlalu jauh atau terlalu dekat.

Bolehkah Sutroh Dengan Garis?

Ada sebuah hadits yang menunjukkan hal ini:

“Apabila salah seorang di antara kalian sholat maka hendaklah menjadikan sesuatu di depannya sebagai sutroh, namun jika tidak ada hendaklah menancapkan tongkat, namun jika tidak ada hendaklah ia membuat garis kemudian tidak akan membahayakannya apa yang lewat di hadapannya.” (HR. Ibnu Majah: 943, Ahmad: 6/249)

Seandainya hadits ini shohih maka jelaslah bahwa garis bisa dijadikan sebagai sutroh dalam sholat. Akan tetapi, hadits ini didho’ifkan (dianggap lemah) oleh sebagian ahli hadits semisal Sufyan bin ‘Uyainah, Imam asy-Syafi’i, al-Baghowi, Ibnu Sholah, Imam an-Nawawi, al-Iraqi, dan lain-lain.4 Kesimpulannya, garis tidak bisa dijadikan sutroh.

Hukum Memakai Sutroh

Hukum memakai sutroh adalah wajib meskipun jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat bahwa memakai sutroh dalam sholat adalah sunnah tidak wajib. Dalil-dalil yang menguatkan wajibnya sutroh adalah:

  1. Perintah Rosululloh: “Apabila salah seorang di antara kamu hendak sholat maka sholatlah menghadap ke sutroh dan mendekatlah kepadanya.” (HR. Ibnu Majah: 944, dishohihkan al-Albani dalam Shohih Sunan Ibnu Majah: 1/283). Pada asalnya suatu perintah menunjukkan wajib sebagaimana yang telah mapan dalam ilmu ushul fiqih.
  2. Larangan Rosululloh: “Janganlah engkau sholat kecuali menghadap sutroh dan jangan engkau biarkan seorang pun lewat di depanmu.” (HR.Muslim: 260). Suatu larangan pada asalnya adalah haram dikerjakan.
  3. Perintah beliau untuk mendekat ke sutroh.
  4. Sutroh merupakan sebab syar’i agar sholat seseorang tidak batal ketika di depannya berlalu wanita baligh, himar (keledai), atau anjing hitam, sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih. Juga, karena dilarangnya lewat di depan orang yang sholat, dan masih banyak lagi hukum-hukum yang berkaitan dengan sutroh.
  5. Generasi salaf (terdahulu) sangat bersemangat dalam menjaga sutroh ketika sholat. Telah datang riwayat-riwayat yang menunjukkan hal itu, baik perkataan, perbuatan, perintah mengerjakannya, ataupun pengingkaran mereka terhadap orang yang meninggalkannya.

Wajibkah Bersutroh Ketika di Masjidil Haram?

Sebagian orang membolehkan sholat di Masjidil Haram tanpa sutroh dan membolehkan (pula) orang-orang berlalu lalang di depan orang yang sholat. Mereka berdalil dengan hadits dari Sufyan bin ‘Uyainah, beliau berkata: “Saya melihat Rosululloh sholat di dekat pintu Bani Hasyim dan manusia berlalu-lalang di depannya dan tidak ada sutroh diantara beliau dan Ka’bah.” Akan tetapi, hadits ini dho’if (lemah) sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Syaikh al-Albani. Selain itu, hal ini menyelisihi hadits-hadits yang menerangkan wajibnya menggunakan sutroh dan dilarangnya melintas di depan orang yang sholat. Bahkan Ibnu Umar d ketika sholat di Masjidil Haram tidak membiarkan orang yang akan lewat di tempat sujudnya.


Sutrohnya Imam Sutrohnya Makmum

Kewajiban menggunakan sutroh dalam sholat adalah bagi imam dan munfarid (orang yang sholat sendirian). Adapun makmum, mereka mencukupkan diri dengan sutrohnya imam karena sutroh dalam sholat berjama’ah merupakan tanggung jawab imam. Oleh karena itu, Imam al-Bukhori membuat bab dalam kitab Shohih-nya “Bab sutrohnya imam merupakan sutrohnya makmum” dan membawakan sebuah hadits dari Ibnu Abbas.


Lewat di Depan Orang yang Sholat, Berdosa

Wahai saudaraku—semoga Alloh menunjuki kita ke jalan-Nya yang lurus—dalam hal ini Rosululloh bersabda:

“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang sedang sholat mengetahui (dosa) yang ia pikul karenanya maka dia berdiri selama 40 (tahun) lebih baik daripada dia lewati di depannya.” (HR. al-Bukhori: 510 dan Muslim: 507)

Hadits ini bersifat umum sehingga mencakup sholat sunnah atau sholat wajib, di dalam atau di luar bangunan, di Makkah atau di luar Makkah. Hendaknya hal ini diperhatikan dan jangan disepelekan!!!


Faedah Disyari’atkannya Sutroh

  1. Merupakan sunnah Rosululloh. Menghidupkan sunnah serta mengikutinya merupakan jalan yang lurus lagi mulia.
  2. Memberi tempat bagi orang yang ingin lewat di depannya (arah kiblat) sekaligus bisa menjaga orang dari berbuat dosa dengan lewat di depan orang yang sedang sholat (tempat sujudnya).
  3. Menahan pandangan dari apa-apa yang ada di depan sutroh dan menahan orang yang akan lewat di depannya (tempat sujud).
  4. Mencegah kurangnya pahala atau batalnya sholat seseorang apabila dilewati tempat sujudnya.

Penutup

Perhatikanlah wahai saudaraku semoga Alloh meneguhkan kita di atas jalan-Nya yang lurus bagaimana perintah dan larangan Rosululloh telah datang kepada kita sebagai pelita bagi kita dalam beribadah kepada Alloh. Beliau tidak berkata dengan hawa nafsunya tetapi apa yang beliau katakan itu wahyu dari Alloh semata. Perhatikanlah juga bagaimana para sahabat dan pengikutnya menerapkan petunjuk yang mulia ini. Mudah-mudahan kita bisa meneladani mereka dengan baik sehingga kita akan menjadi umatnya yang berjalan di atas cahaya ilmu. Bagi saudaraku yang berpendapat bahwa sutroh dalam sholat adalah sunnah (tidak wajib), kami wasiatkan bahwasanya sunnah itu bukan untuk ditinggalkan!

Bukankah sunnah itu merupakan hal yang disukai dan dianjurkan? Lantas siapakah yang menyukai dan menganjurkannya? Akankah sesuatu yang disukai dan dianjurkan oleh Rosululloh, kita tinggalkan begitu saja? Bukankah salah satu tanda orang yang cinta kepada seseorang adalah akan mendengarkan dan mematuhi perkataan dan perintahnya? Lantas di manakah rasa cinta kita kepada Rosul?

Allohu A’lam bishshowab.

Abu Mas’ud alKadiry

Tuesday 18 January 2011

Pacaran dalam Kaca Mata Islam

Buletin A-furqon, volume 9 no. 1

Sebuah fitnah besar menimpa pemuda-pemudi pada zaman sekarang. Mereka terbiasa melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk maksiat di sisi Alloh. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”, yaitu hubungan pra-nikah antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Biasanya hal ini dilakukan oleh sesama teman sekelas atau sesama rekan kerja atau yang lainnya. Sangat disayangkan, perbuatan keji ini telah menjamur di masyarakat kita. Apalagi sebagian besar stasiun televisi banyak menayangkan sinetron tentang pacaran di sekolah maupun di kantor. Tentu hal ini sangat merusak moral kaum muslimin. Namun, anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak perempuannya memiliki seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada juga yang melakukan pacaran beralasan untuk ta’aruf (berkenalan). Padahal perbuatan ini merupakan dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu, mengingat perbuatan haram ini sudah begitu memasyarakat, kami memandang perlu untuk membahasnya pada kesempatan ini.

Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan-larangan Alloh. Fitnah ini bermula dari pandangmemandang dengan lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke hati” kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina. Perhatikanlah sabda Rosululloh: “Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, Al-Bukhori: 6243)
Al-Imam an-Nawawi berkata: “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina, atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau laki-laki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!

Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui jati diri kedua ‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masingmasing. Demi Alloh, tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang terbawa arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat (berduaduaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah dilarang dalam Islam. Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda Rosululloh: “Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepisepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (H.R. Al-Bukhori: 1862, Muslim: 1338)
Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang laki-laki tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat-menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut masih tetap ajnabiyyah baginya hingga berlangsungnya akad nikah.
Adakah Pacaran Islami?
Ada lagi pemuda-pemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat terhadap Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka memunculkan istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka
hendak tampil beda dengan pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegang-pegangan. Masing-masing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Alloh serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembel-embeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau laki-laki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan?! Camkanlah firman Alloh:

قَلْ لِّلْمُؤْ مِنِيْنَ يَغُضُّوْامِنْ أَبْصَارِ هِمْ وَ يَحْفَظُوْافُرُ وْ جَهُمْ ذَٰ لِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُوْ نَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْ مِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُ وجَهُنَّ ... (۳۱)
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lakilaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci lagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka” .... (Q.S. An-Nur [24]: 30-31)
Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Rosululloh bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (H.R. Al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar segera menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan menikah seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang belum mampu maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah maka segeralah menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa menjadi benteng (dari gejolak berahi).” (H.R. Al-Bukhori: 5066)
Al-Imam an-Nawawi menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh q yang tertuang dalam Q.S. Ar-Rum [30]: 21. Islam menjadikan pernikahan sebagai satusatunya tempat pelepasan hajat berahi manusia terhadap lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan jaminan dari ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu.

Nasihat
Janganlah ikutikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang tua, jangan biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini. Jangan biarkan mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak memakai jilbab1 atau malah memakai baju ketat yang membuat pria terfitnah
dengan penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh:

­­­­يَا أَ يُّهَا ا لنَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَ بَنَاتِكَ وَنِسَاءِالْمُؤْ مِنِيْنَ يُدْ نِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَا بِيْبِهِنَّ ذَٰلِكَ أَدْنَيٰ أَنْ يُعْرَ فْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَ كَانَ ا للهُ غَفُوْ رًارَ حِيْمًا﴿٥٩﴾

“Hai Nabi, katakanlah kepada istriistrimu, anak-anak perempuanmu dan istriistri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 59)
Wallohu A’lam.

Muklis Abu Dzar