Selamat Datang

Terima kasih telah mengunjungi blog ini, semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua. Semua isi blog ini bisa dicopy dan disebarluaskan tanpa harus meminta izin dari blog ini.

Tuesday 18 January 2011

Pacaran dalam Kaca Mata Islam

Buletin A-furqon, volume 9 no. 1

Sebuah fitnah besar menimpa pemuda-pemudi pada zaman sekarang. Mereka terbiasa melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk maksiat di sisi Alloh. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”, yaitu hubungan pra-nikah antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Biasanya hal ini dilakukan oleh sesama teman sekelas atau sesama rekan kerja atau yang lainnya. Sangat disayangkan, perbuatan keji ini telah menjamur di masyarakat kita. Apalagi sebagian besar stasiun televisi banyak menayangkan sinetron tentang pacaran di sekolah maupun di kantor. Tentu hal ini sangat merusak moral kaum muslimin. Namun, anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak perempuannya memiliki seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada juga yang melakukan pacaran beralasan untuk ta’aruf (berkenalan). Padahal perbuatan ini merupakan dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu, mengingat perbuatan haram ini sudah begitu memasyarakat, kami memandang perlu untuk membahasnya pada kesempatan ini.

Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan-larangan Alloh. Fitnah ini bermula dari pandangmemandang dengan lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke hati” kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina. Perhatikanlah sabda Rosululloh: “Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, Al-Bukhori: 6243)
Al-Imam an-Nawawi berkata: “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina, atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau laki-laki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!

Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui jati diri kedua ‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masingmasing. Demi Alloh, tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang terbawa arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat (berduaduaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah dilarang dalam Islam. Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda Rosululloh: “Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepisepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (H.R. Al-Bukhori: 1862, Muslim: 1338)
Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang laki-laki tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat-menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut masih tetap ajnabiyyah baginya hingga berlangsungnya akad nikah.
Adakah Pacaran Islami?
Ada lagi pemuda-pemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat terhadap Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka memunculkan istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka
hendak tampil beda dengan pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegang-pegangan. Masing-masing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Alloh serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembel-embeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau laki-laki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan?! Camkanlah firman Alloh:

قَلْ لِّلْمُؤْ مِنِيْنَ يَغُضُّوْامِنْ أَبْصَارِ هِمْ وَ يَحْفَظُوْافُرُ وْ جَهُمْ ذَٰ لِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُوْ نَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْ مِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُ وجَهُنَّ ... (۳۱)
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lakilaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci lagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka” .... (Q.S. An-Nur [24]: 30-31)
Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Rosululloh bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (H.R. Al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar segera menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan menikah seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang belum mampu maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah maka segeralah menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa menjadi benteng (dari gejolak berahi).” (H.R. Al-Bukhori: 5066)
Al-Imam an-Nawawi menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh q yang tertuang dalam Q.S. Ar-Rum [30]: 21. Islam menjadikan pernikahan sebagai satusatunya tempat pelepasan hajat berahi manusia terhadap lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan jaminan dari ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu.

Nasihat
Janganlah ikutikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang tua, jangan biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini. Jangan biarkan mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak memakai jilbab1 atau malah memakai baju ketat yang membuat pria terfitnah
dengan penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh:

­­­­يَا أَ يُّهَا ا لنَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَ بَنَاتِكَ وَنِسَاءِالْمُؤْ مِنِيْنَ يُدْ نِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَا بِيْبِهِنَّ ذَٰلِكَ أَدْنَيٰ أَنْ يُعْرَ فْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَ كَانَ ا للهُ غَفُوْ رًارَ حِيْمًا﴿٥٩﴾

“Hai Nabi, katakanlah kepada istriistrimu, anak-anak perempuanmu dan istriistri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 59)
Wallohu A’lam.

Muklis Abu Dzar

0 comments:

Post a Comment